Cari Blog Ini

Minggu, 20 Maret 2011

Pejabat , Setan dan Wartawan

Pejabat dan wartawan juga adalah manusia yang tak luput dari segala dosa dan kehilafan. Mereka adalah mahluk lemah yang masih bisa dipengaruhi indahnya sorga kehidupan alam ini. Setan adalah setan yang selalu mengumbar hawa nafsu serakah tanpa mengenal haram dan halalnya perbuatan. Manusia tetaplah manusia yang selalu dekat dengan dosa akibat langkah dan pengaruh bisikan setan.

            Pejabat dan wartawan sama-sama sebagai pekerja yang punya tugas dan kewajibannya masing-masing sebagai Abdi Negara serta jurnalis sebagai control sosial seperti diatur oleh Undang-undang Republik ini. Tetapi nyaris, hubungan pejabat dengan wartawan seperti tidak bermakna karena banyak pejabat alergi bila melihat kuli tinta.  Bisa jadi tidak harmonisnya hubungan itu karena telah terjadi stagnasi komunikasi atau adanya bisikan “setan “ sehingga tercipta hipotesa seakan Wartawan Cuma cari-cari masalah. Anggapan sementara itu belum tentu salah dan belum tentu bisa dibenarkan, tetapi vonis sudah terlanjur menghujat keduanya sehingga ada istilah pejabat korup serta wartawan pemeras . Alhamdullilahnya, tidak ada oknum wartawan dengan pejabat jotos-jotosan seperti anggota dewan. Itu mungkin, karena pejabat dan oknum tadi lebih mengedepankan kemampuan intlektual ketimbang kemampuan emosionalnya.
            Berita tentang  “Aib” nya wartawan yang disebut oknum itu, bukan lagi rahasia untuk para pejabat serta keluarganya dirumah. Isyu miring tentang wartawan memang sudah sampai ketangga Istana serta masuk kedapur-dapur rumah pejabat. Biasanya  para oknum pejabat selalu  curhat dengan istrinya kalau hari ini, kemarin dan entah sampai kapan, dirinya selalu dikejar-kejar wartawan sehingga kerjanya tidak konsen. Tetapi lain halnya bila oknum pejabat itu membawa uang banyak kerumah dan selalu merahasiakan uang hasil apa. Setidaknya ia hanya bilang uang titipan atau hasil bisnis.

Hebatnya, untuk menghindari wartawan tidak sedikit oknum pejabat menyiapkan ruangan khusus serta tempat pertemuan. Tidak cukup disitu,salah satu kantor Walikota di Jakarta juga pernah memasang selebaran yang tertempel dipintu masuk dengan tulisan” Wartawan dilarang berkeliaran diatas jam 5 sore “. Aneh memang, tetapi itulah buktii tidak harmonisnya hubungan pejabat dengan wartawan. Tulisan tadi tentu memancing perhatian banyak orang karena kantor walikota adalah kantor pelayanan masyarakat dan bukan gedung istana. Wartawan hanya tersenyum getir dan tidak menanggapi tulisan yang berbau pembentukan “idiot” murni terhadap kaum jurnalis. Masyarakat awampun mungkin mengerti, bahwa tidak ada satupun larangan yang membatasi jam kerja serta langkah wartawan sampai kekutub utara, karena wartawan dilindungi oleh undang –undang. 

Bila saja kita mencermati adanya oknum pejabat yang selalu menghindar dari wartawam, tentu bisa dikatakan oknum pejabat itu, tidaklah jujur. Andai saja pejabat itu orang baik mengapa harus menghindar. Terima saja apa adanya    dan jawab pertanyaan wartawan sesuai kewenangannya. Bila ada indikasi oknum wartawan melakukan intimidasi dan pemerasan laporkan saja kepada pihak kepolisian . Tetapi yang sangat pasti, pejabat yang disebut oknum tadii tidak mungkin melapor. Karena itu, sama artinya mereka menggali kuburnya sendiri karena memang ada “ borok” yang mereka tutupi. Alhasil, oknum pejabat itu harus menyiapkan “amplop” untuk wartawan, kendati isinya hanya senilai kulit kacang yang pantas untuk dibuang.

            Terungkapnya kasus korupsi ditanah air, adalah bukti-bukti banyaknya pejabat seperti oknum tadi. Mulai dari Pejabat Lurah sampaii ketingkat menteri yang dekat dengan istana. Lalu , masih pantaskan bila ada tudingan wartawan telah mengganggu kinerja pejabat, sementara trilyunan rupiah uang rakyat habis “Dijilat” pejabat.  Jawabannya ada, karena masih ada setan yang tidak bisa disebut Oknum.

            Jauh-jauh hari seperti tempo doeloe dan sebelum kekuatan reformasi merubah peradaban Republik ini. wartawan adalah sosok kuli tinta yang sangat disegani dan banyak dijuluki sebagai “seniman”. Mereka     selalu mengantongi rasa Idealisme serta rasa kesetiakawanan sesama frofesi. Rasa idealisme itu pula yang ditanyakan rekan rekan mahasiswa, maaf ketika penulis mengikuti pendidikan instruktur IPMI ( Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) ,Universitas Indonesia , Salemba Jakarta. Mereka juga meragukan kalau wartawan bisa mempertahankan idealisme – nya itu,  sementara mereka butuh makan dan setan menggoda untuk menerima amplop pemberian pejabat.

            Hadiah amplop dari pejabat itu, tentu adalah uang halal karena mereka bukanlah oknum , kendati wartawan tadi telah melanggar kode etik jurnalistik bahwa wartawan tidak boleh menerima sesuatu, baik untuk memberitakan atau tidak memberitakan.  Tetapi bisa menjadi “haram” ketika yang memberikan amplop itu adalah oknum yang diduga telah banyak melakukan kesalahan., karena oknum pejabat dan oknum wartawan tadi  terbius bisikan setan. Tidak semua pejabat bisa dibilang oknum dan tidak semua wartawan bisa dikatakan oknum, karena masih ada dari mereka yang tidak tergoda bisikan setan. Niat dan kejujuran hatii bisa mungkin dapat menghindar dari sebutan “oknum”, tetapi sulit membedakan tipisnya antara yang halal dan yang haram kendati kita berada diteras Istana.

Beberapa waktu lalu penulis pernah dihubungi anak Wakil Presiden Adam Malik . Imron Malik meminta agar penulis bisa mendampingi wartawan yang ingin konfirmasi. Mereka tidak menghindar kendati yang titanyakan saat itu tentang “Bisnis Anak-Anak Penggede Negeri Ini .” Wawancara memang berjalan alot namun bisa sukses tanpa insiden dan tidak ada unsur pemerasan. Usai wawancara, Imron anak Wapres (Almarhum) memberikan amplop tetapi ditolak . Setelah dipaksa, akhirnya amplop itu diterima.

            Jawabannya mudah –mudahan amplop itu “halal” karena diberikan oleh anak Pejabat yang tidak termasuk oknum. Sementara wartawan itu juga bukan oknum karena kehadirannya bukan untuk menutup-nutupi kesalahan.  Pejabat dan wartawan sebenarnya adalah mitra kerja yang selalu berdampingan, sementara oknum pejabat, setan dan oknum wartawan merekalah yang hidup dalam kerugian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar